Review Jurnal Subjek dan Objek Hukum

 Review Jurnal Subjek dan Objek Hukum


Tugas Kelompok (2EB06):

1.AnggitDanisa 20210841
2. Bunga Restarina 21210491
3. Dian Julia Puspitasari 21210961
4. Maulana 24210261
5. Supra Andalini F S 26210742
Judul   : PERSAMAAN PERKREDITAN PERBANKAN KONVENSIONAL DAN PEMBIAYAAN SYARIAH
Pengarang : H.M. Mawardi Muzamil
Abstrak :  
     Persamaan perkerditan pada perbankan konvensional dan pembiayaan berdasarkan Syariah dapat dilihat melalui antara lain : subyek, objek, hubungan hokum, hak-kewajiban, serta peristiwa hokum yakni : bentuk perjanjian, sifat perjanjian, jaminan, tujuan, serta klausula – klausulanya.   
Pendahuluan :
     Krisis moneter yang dimulai tahun 1997 sebagai akibat masalah permodalan, membengkaknya kredit macet, pelanggaran-pelanggran batas maksimal pemberian kredit, hingga negatif spread, semuanya menandai coreng morengnya bisnis Perbankan Indonesia.  Begitu parahnya krisis tersebut maka pemerintah berketetapan menjadikan agenda penyehatan perbankan sebagai prioritas utama dalam reformasi ekonomi Indonesia.
     Salah satu kebijakan yang diambil pemerintah adalah dikeluarkannnya Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang0Undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
     Sementara itu perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan semakin komplek, maka perlu pernyesuaian kebijaksanaaan di bidang ekonomi termasuk sector Perbankan yaitu dengan dikeluarkannya Undang –Undang nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan.
     Disamping berkeinginan untuk penyempurnaan system Perbankan Nasional juga berkeinginan menampung aspirasi dan kebutuhan masyarakat dengan meningkatkan peran bank yang menyelenggarakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah, dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendirikan bank yang menyelenggarakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, termasuk pemberian kesempatan kepada Bank Umum untuk membuka kantor cabangnya yang khusus melakukan kegiatan berdasarkan Prinsip Syariah, yang dikenal dengan dual system. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat yang melakukan kegiatan usahanya konvensional tidak diperkenankan melakukan kegiatan berdasarkan  Prinsip Syariah , sebaliknya bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang melaksanakaan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah tidak diperkenankan melakukan kegiatan secara konvensional.
Pembahasan :
     Bank Syariah sering disebut Bank Islam Istilahnya Syariah maupun Islam secara akademis memang berbeda namun secara teknis penyebutan Bank Syariah mempunyai perngertian sama. Secara yuridis menyebutkan yang paling benar berdasarkan Undang-Undang nomor : 10 tahun 1999 adalah Bank Umum Syariah atau Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Disamoing itu kegiatan Bank Syraiah itu harus berpedoman pada ketentuan Hukum Islam yaitu Alqur’an dan Hadist
     Perjanjian Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari’ah pada Bank Umum maupun  BPRS mempunyai keunikan system tersendiri,ia bukan saja comprehensive tetapi juga universal. Sebagai salah satu system maka terdapat persamaan serta perbedaan substantive antara Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat berdasar Syariah dengan Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat Konvensional yang berdasarkan Bunga.
     Dalam kesempatan lain Soerjono Sukanto (1981,hal 72) menyatakan pengertian dasar dari suatu system hokum tersebut adalah : subyek hokum, obyek hokum, hak dan kewajiban, peristiwa hokum, dan hubungan hokum.
     Adapun kerangka dasar tersebut terdiri dari komponen – komponen pokok dari suatu system hokum yakni :
a.       Subyek hokum, yaitu setiap pihak yang menjadi pendukung hak.
b.      Obyek hokum yakni segala sesuatu yang dapat menjadi obyek  suatu hubungan hokum.
c.       Hubungan hokum yakni hunungan yang diatur oleh hokum.
d.      Hak yang bersifat voluntary dan kewajiban compulsory
e.      Peristiwa hokum yakni peristiwa – peristiwa social yang membawa akibat yang diatur oleh hokum (Soekamto, 1978,hal. 71-72).
     Dilihat dari subyek hokum antara Bank Konvensional dan Bank Syariah terdapat persamaan yakni pihak-pihak yang melakukan perbuatan hokum ini dapat berupa orang / perorangan atau sekumpulan. Orang atau orang – orang dalam pengertian kelompok orang seorang baik beragama Islam tanpa perbedaan, serta perkumpulan.
     Dalam hal pemohon pembiayaan pada Bank Syariah yang benbentuk badan hokum, maka disyaratkan melampirkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya.
     Sedang dilihat dari objek antara Bank Konvensional dan Bank Syariah persamaannya adalah berupa uang (kecuali pada pembiayaan Muharabah yakni jual beli barang maupun Ijarah sewa menyewa).
     Dilihat dari hak dan kewajiban antara Bank Syariah maupun Bank Konvensioanl dengan Nasabah, maka akan terlihat persamaan yaitu adanya sisi tanggung jawabnya, yakni kewajiban yang  terletak pada Bank Syariah itu sendiri dan kewajiban yang menjadi beban dari nasabah pemgambil dana / penerima pembiayaan maupun penyimpan dana sebagai akibat dari hubungan hokum dengan Bank Syariah. Hak dan kewajiban para nasabah Bank Syariah tersebut diwujudkan dalam bentuk prestasi. Prestasi yang harus dipenuhi oleh Bank dan nasabah adalah prestasi yang telah ditentukan dalam akad Pembiayaan antara Bank Syariah dan nasabah terhadap produk perbankan baik berupa bagi hasil maupun jual beli, sewa dan Qordhul Hasan.
     Adapun bentuk perjanjian kredit atau pembiayaan yang dilakukan oleh Bank Syariah maupun Bank Konvensional adalah semua akad atau perjanjian yakni sama – sama dalam bentuk tertulis baik dengan akta dibawah tangan maupun akta notariel.
     Sedang dalam hal resiko , antara kredit Bank Konvensional dan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari’ah pada Bank syariah keduannya sama sama mengandung resiko yang tinggi sebab kemungkinan kredit / pembiayaanya selalu terjadi resiko kemacetan. Dalam pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah, masalah resiko menjadi lebih besar, bila mana nasabah mengalami kerugian. Dalam hal terjadi kerugian yang bukan karena kesengajaan nasabah maka Bank Syariah turut menanggung risiko, secara proporsional. Sedang bilamana nasabah mengalami kerugian yang disebabkan karena kesengajaan dan kelalaian nasabah kerugian ditanggung nasabah sendiri.
     Selanjutnya masalah jaminan, Syariah Islam tidak dilarang bahkan dianjurkan untuk mensyaratkan adanya jaminan. Jaminan yang syaratkan Bank Syariah dalam hal pembiayaan selain dari jaminan pokok yang berupa proyek yang dibiayai atau barang yang dibiayai dengan pembiayaan. Dalam keadaan tertentu disyaratkan pula jaminan tambahan baik personal garansi, maupun hak tanggungan. 
 
Kesimpulan
     Perjanjian Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari’ah pada Bank Umum maupun  BPRS mempunyai keunikan system tersendiri,ia bukan saja comprehensive tetapi juga universal. Sebagai salah satu system maka terdapat persamaan serta perbedaan substantive antara Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat berdasar Syariah dengan Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat Konvensional yang berdasarkan Bunga.
     Hak dan kewajiban para nasabah Bank Syariah tersebut diwujudkan dalam bentuk prestasi. Prestasi yang harus dipenuhi oleh Bank dan nasabah adalah prestasi yang telah ditentukan dalam akad Pembiayaan antara Bank Syariah dan nasabah terhadap produk perbankan baik berupa bagi hasil maupun jual beli, sewa dan Qordhul Hasan.
     Dilihat dari hak dan kewajiban antara Bank Syariah maupun Bank Konvensioanl dengan Nasabah, maka akan terlihat persamaan yaitu adanya sisi tanggung jawabnya, yakni kewajiban yang  terletak pada Bank Syariah itu sendiri dan kewajiban yang menjadi beban dari nasabah pemgambil dana / penerima pembiayaan maupun penyimpan dana sebagai akibat dari hubungan hokum dengan Bank Syariah.
Daftar Pustaka
Bank Indonesia dan UII, 2003, Workshop Pengawasan dan Aspek Syariah dalam Operasionalisasi
     Perbankan syariah dalam Rangka Penyusunan R.U.U tentang Perbankan Syariah, UII. Yogyakarta.
Bank Indonesia, 2002, Perbankan Syariah Dalam Sistem Perbankan Nasional : Suatu Keniscahyaan
     (menyongsong Lahirnya RUU Perbankan Syariah –Kumpulan Makalah) Bank Indonesia, Jakarta
CIC, 1999, laporan Bisnis Indocommercial, CIC,Jakarta.
Sumber

0 komentar:

Posting Komentar